Aku pernah menyusuri tepian malam di tengah kota, membiarkan angin malam menyentuh pipiku sepuasnya, lalu berhenti sejenak menyapa gulita. Aku telah mencoba menepikan semuanya, semua yang membuat hati dan pikiran mulai tak pada tempatnya. Aku pernah berbisik pada malam yang setia, perihal keluh kesalku akan semuanya, sebab aku tau, ia pandai menyimpan rahasia.
00.00
Aku mulai mengarah ke pinggiran kota,
menenangkan diri dengan kopi secangkir atau dua. Aku mulai memikirkan diriku sendiri, betapa selama ini, sekian waktu yang tak bisa dihitung jarijari, aku mulai lelah membesarkan hati, menertawakan diri sendiri, lalu memaklumi setiap orang-orang yang mau menang sendiri.
Aku mulai lelah memura-murakan sapa yang hangat, langkah kakiku mulai berat, menanti rindu yang tak kunjung mendarat, terombang-ambing dalam jarak yang jauhnya pekat.
Aku terasing dalam canda yang riuh, tampaknya kebahagiaan begitu dekat padahal ia begitu jauh. Tak hanya kebahagiaan saja yang jauh, pun pemahamanku terhadap semua mulai rapuh.
Terkadang seseorang membutuhkan sendiri. Benar-benar sendiri. Sekedar memutar memori, atau menenangkan diri. Atau memikirkan untuk pergi, atau tetap tinggal disini.
Siapapun, aku tak pernah menyalahkan, jika keadaan memang sudah waktunya tak sepadan. Segalanya terasa tak seimbang, sebab masih ada yang dipura-purakan.
Asal kau tau, pura-pura sakit adalah hal yang sangat mudah, pura-pura tak sakit lah yang,sungguh, tak mudah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar