Minggu, 26 April 2015

Sepuluh Purnama

Apa kabar hatimu? Kuharap ia tetap utuh,dan masih jadi tempat paut yang kuat untuk rasamu. Rasa yang membuat dua pikiran berbeda menjadi satu,yang menenggelamkan dua gunung emosi,rasa yang mengindahkan dua ego setinggi langit.
Hari ini aku tak beranjak dari sudut ruanganku. Bahkan sekedar mengisi lambung yang telah mengasam. Seharian ini awan tak mengizinkan si empunya hari bersinar. Senada dengan batinku yang diporak porandakan rindu. Aku tak menyangkal  tentang rindu yang kerap muncul,dan kadang memendamnya sendirian membuatku pilu.

Mengingat sepuluh purnama telah berlalu, dengan segala tawa akibat ulahmu, atau tangis yang tak kenal malu, dan ego-ego yang terkadang lika-liku, akan membuatku mensyukuri jika pertemuan memiliki waktu.
Kau tau? Terkadang hatiku tak karuan,ketika kutemukan sepasang manusia beradu argumen, menguatkan pendapat masing-masing, hingga salah satu diantara keduanya memilih melangkah jauh dengan wajah menunduk,meninggalkan satunya lagi dengan keadaan mata merah berair dan dada naik turun. Miris.
Sebab,jangankan untuk beradu mulut denganmu,melihat jambulmu saja...entah kapan waktu akan mengizinkan. Diantara lima ratus lebih kilometer ini, aku dan hatiku berbenah. Kelak ketika ia telah menjadi lima senti meter saja, tak kan ada orang yang patah hati karena melihat kita beradu ego.
Persiapkan pundakmu, jendral. Sebab nanti aku akan merebah di sana lebih lama, bersama air mata bahagia, ataupun luka.
Semoga kita lekas berjumpa, agar usai hati yang rindu lama-lama, dan hilang kantung kerut dari sudut mata,akibat terlalu lama merindu hingga pagi buta.












Tidak ada komentar:

Posting Komentar