Kamis, 26 Februari 2015

Jika Melepaskan adalah Jalan

Aku memilih diam ketika kau memilih untuk meninggalkan, sebab apa lagi yang aku harapkan, ketika kau sudah enggan untuk memperjuangkan? Entah sejak kapan, jalan kita mulai tak beraturan. Oh, mungkin sejak senja itu, seja dimana ada hati yang dikecewakan, sebab dirundung pertanyaan-pertanyaan tak bertuan. Belum lagi disemarakkan rasa kangen yang tak berkesudahan.
Mungkin aku ilalang, memenuhi hatimu yang memang sudah gersang. Lalu tumbuh memenuhi jalan sehingga merusak pemandangan. Maafkan karena rinduku memang tumbuh liar, tak ada yang menanam. Semakin tinggi ketika dipupuk jarak dan disiram hujan.
Satu hal yang perlu diluruskan adalah
, bukan "meninggalkan"-nya yang dirayakan dengan kesepian dan kesedihan, melainkan kenangan. Kenangan akan kebersamaan yang membahagiakan dan mendamaikan, maupun kenangan tentang dikecewakan lalu ditenangkan. Sebab, sejujurnya, bukan kau yang aku tangisi semalaman, tetapi segala tentang apa-apa yang engkau jejakkan.
Pagi ini, tanpa merubah rasa dan asa yang telah kupilin, di depan secangkir kopi yang mulai mendingin, diantara gigil setelah direngkuh malam yang berangin, aku merelakan kepergian hati yang kuingin.

Selamat menjejakkan kenangan baru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar