BOCAH 12 TAHUN MENGHIDUPI 3 ADIKNYA
Jauh di sebuah Dusun di Desa Gunung Lurah, Kecamatan Cilongok, Banyumas, Jawa Tengah,
Tasripin (12) bocah tanggung dari Dusun Pesawahan harus hidup sendiri dan mencari nafkah
untuk menghidupi ketiga adiknya Dandi (9) Riyanti (7) dan Daryo (5).
Tasripin harus bekerja di sawah agar adik-adiknya tetap bisa makan.
Di rumah bilik kayu dengan luas 5x7 meter persegi dengan satu ruang kamar
luas 3x3 meter persegi dan sebuah dapur dengan tungku kayu bakar
serta isi perabotan yang sangat sederhana dan hanya terdapat dua
buah kursi panjang dan satu meja, beralaskan lantai semen yang sudah pecah,
hidup empat bocah sebatang kara. Ayah mereka pergi bekerja di Kalimantan
bersama kakak tertuanya, sementara ibunya meninggal akibat tertimbun longsor
saat sedang mencari pasir satu tahun lalu.
Kini bocah-bocah tersebut harus hidup sebatang kara dan tidur dalam satu kamar
dengan kasur dan bantal yang sudah tampak lusuh dengan ditutupi matras.
Ketiga adiknya sangat mengandalkan kakak kedua mereka, Tasripin, yang setiap
hari harus bekerja di sawah dengan mencangkul, membersihkan sisa-sisa padi
serta menanam padi bersama warga desa pada saat masa tanam.
"Ibu sudah meninggal dan bapak bekerja di Kalimantan bersama kakak,"
kata Tasripin, Jumat (12/4/2013).
Hampir setiap hari, Tasripin mesti pergi ke sawah untuk mencari uang
demi menghidupi ketiga adiknya. Para tetangga sekitar yang simpati
dengan keadaan Tasripin pun kadang sering membantu menberikan nasi
maupun lauk pauk bagi bocah-bocah tersebut. Tak jarang mereka hanya makan
dengan nasi seadanya namun tampak nikmat.
"Kalau berangkat ke sawah jam 7 pagi dan pulang jam 12 siang. Kadang sehari dapet
Rp. 30 - 40 ribu sehari. Itu beli beras dan sayur. Sisanya untuk jajan adik," jelas bocah
yang telah putus sekolah itu.
Pagi sebelum dia berangkat ke sawah, Tasripin harus memasak nasi
dan sayur untuk adik-adiknya. Selain memasak, dia juga harus mencuci pakaian,
menyapu serta memandikan adik-adiknya. Tapi bukan hanya sekedar memandikan
dan memberikan makan untuk adik-adiknya, dia pun bertanggung jawab terhadap
akhlak adik-adiknya dengan mengajak adik-adiknya salat dan mengaji di musala
depan rumahnya.
Tanggung jawab yang besar membuat dia harus bekerja keras, tidak jarang jika
tidak mendapatkan pekerjaan, dia harus mengutang beras di warung.
"Kalau tidak ada uang suka utang di warung, bayarnya nanti kalau bapak pulang," katanya.
Saat ini Tasripin harus berhenti bersekolah, karena menunggak biaya SPP,
sementara kedua adiknya Dandi dan Riyanti pun tidak melanjutkan sekolah
karena malu sering diejek oleh teman-temannya. Hanya Daryo,
adik terakhirnya yang masih bersekolah di PAUD di dusun tersebut.
"Sudah tidak sekolah SD, hanya satu adik saya yang sekolah di Paud,
Kadang saya yang biayain, kadang menunggu kiriman dari bapak," ujarnya polos.
Dulu saat sekolah dia harus menempuh jarak sekitar 3 kilometer untuk mencapai
tempat sekolahnya, jalan berbatu dan perbukitan serta hutan harus dilalui dia setiap harinya.
Maklum, Dusun Pesawahan, Desa Gununglurah, Kecamatan Cilongok berada di lereng
kaki Gunung Slamet demgan jumlah penduduk 319 Jiwa dengan 187 rumah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar